Batik tulis asli Yogyakarta memiliki rangkaian proses pembuatan yang rumit dan memerlukan waktu yang lama serta tidak
jarang harus melakukan ritual khusus, selain itu batik juga mengandung filosofi
tinggi yang terungkap dari motifnya. Dilihat dari sejarah penciptaannya, motif
batik sendiri biasanya diciptakan oleh sinuwun, permaisuri atau putri-putri
kraton yang semuanya mengandung falsafah hidup tersendiri bagi pemakainya.Salah
satu pencipta motif batik adalah Raja Mataram yang terkenal dengan motif
parangnya. Karena penciptanya adalah raja pendiri kerajaan Mataram, maka oleh
keturunannya, pola-pola parang tersebut hanya boleh dikenakan oleh raja dan
keturunannya di lingkungan istana. Motif Parang Rusak misalnya. Motif ini
diciptakan oleh Panembahan Senopati, pendiri Keraton Mataram. Setelah
memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Mataram, Senopati sering bertapa di
sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa yang dipenuhi oleh jajaran pegunungan
seribu yang tampak seperti pereng (tebing) berbaris.
Akhirnya, ia menamai tempat bertapanya dengan pereng yang kemudian berubah menjadi parang. Di salah satu tempat tersebut ada bagian yang terdiri dari tebing-tebing atau pereng yang rusak karena deburan ombak laut selatan sehingga lahirlah ilham untuk menciptakan motif batik yang kemudian diberi nama Parang Rusak.Motif larangan tersebut dicanangkan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1785. Pola batik yang termasuk larangan antara lain: Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat Lar, Udan Liris, Rujak Senthe, serta motif parang-parangan yang ukurannya sama dengan parang rusak.Semenjak perjanjian Giyanti tahun 1755 yang melahirkan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, segala macam tata adibusana termasuk di dalamnya adalah batik, diserahkan sepenuhnya oleh Keraton Surakarta kepada Keraton Yogyakarta. Hal inilah yang kemudian menjadikan Keraton Yogyakarta menjadi kiblat perkembangan budaya, termasuk pula khazanah batik.Keraton Surakarta mengalami beragam inovasi dalam pembuatan motif batik, meskipun demikian motif pakemnya tetap bersumber pada motif batik Keraton Yogyakarta. Ketika tahun 1813, muncul Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta akibat persengketaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Letnan Gubernur Inggris Thomas Stamford Raffles, perpecahan itu ternyata tidak melahirkan perbedaan mencolok pada perkembangan motif batik tlatah tersebut.Menurut KRAy SM Anglingkusumo, menantu KGPAA Paku Alam VIII, motif-motif larangan tersebut diizinkan memasuki tlatah Keraton Puro Pakualaman, Kasultanan Surakarta maupun Mangkunegaran. Para raja dan kerabat ketiga kraton tersebut berhak mengenakan batik parang rusak barong sebab sama-sama masih keturunan Panembahan Senopati.Batik tradisional di lingkungan Kasultanan Yogyakarta mempunyai ciri khas dalam tampilan warna dasar putih yang mencolok bersih. Pola geometri Keraton Kasultanan Yogyakarta sangat khas, besar-besar, dan sebagian diantaranya diperkaya dengan parang dan nitik. Sementara itu, batik di Puro Pakualaman merupakan perpaduan antara pola batik Keraton KasultananYogyakarta dan warna batik Keraton Surakarta.Jika warna putih menjadi ciri khas batik Kasultanan Yogyakarta, maka warna putih kecoklatan atau krem menjadi ciri khas batik Keraton Surakarta.
Kain : Primisima
Kondisi : Baru/New
Kain : Primisima
Kondisi : Baru/New
Perpaduan ini dimulai sejak adanya hubungan keluarga yang erat antara Puro Pakualaman dengan Keraton Surakarta ketika Sri Paku Alam VII mempersunting putri Sri Susuhunan Pakubuwono X. Putri Keraton Surakarta inilah yang memberi warna dan nuansa Surakarta pada batik Pakualaman, hingga akhirnya terjadi perpaduan keduanya.Dua pola batik yang terkenal dari Puro Pakulaman, yakni Pola Candi Baruna yang tekenal sejak sebelum tahun 1920 dan Peksi Manyuro yang merupakan ciptaan RM Notoadisuryo. Sedangkan pola batik Kasultanan yang terkenal, antara lain: Ceplok Blah Kedaton, Kawung, Tambal Nitik, Parang Barong Bintang Leider, dan sebagainya.Begitulah sekilas sejarah terciptanya batik yang penuh filosofi oleh keluarga kerajaan. Saat ini, batik telah menyebar ke luar wilayah benteng istana menjadi produk industri busana yang dibuat secara massal melalui teknik printing atau melalui proses lainnya. Bahkan saat ini sudah menjadi trend fashion terutama di acara formal seperti pernikahan, rapat, acara kenegaraan, seragam sekolah maupun kantor, dan lain-lain.Mari lestarikan batik sebagai identitas budaya bangsa warisan leluhur kita.
Akhirnya, ia menamai tempat bertapanya dengan pereng yang kemudian berubah menjadi parang. Di salah satu tempat tersebut ada bagian yang terdiri dari tebing-tebing atau pereng yang rusak karena deburan ombak laut selatan sehingga lahirlah ilham untuk menciptakan motif batik yang kemudian diberi nama Parang Rusak.Motif larangan tersebut dicanangkan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1785. Pola batik yang termasuk larangan antara lain: Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat Lar, Udan Liris, Rujak Senthe, serta motif parang-parangan yang ukurannya sama dengan parang rusak.Semenjak perjanjian Giyanti tahun 1755 yang melahirkan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, segala macam tata adibusana termasuk di dalamnya adalah batik, diserahkan sepenuhnya oleh Keraton Surakarta kepada Keraton Yogyakarta. Hal inilah yang kemudian menjadikan Keraton Yogyakarta menjadi kiblat perkembangan budaya, termasuk pula khazanah batik.Keraton Surakarta mengalami beragam inovasi dalam pembuatan motif batik, meskipun demikian motif pakemnya tetap bersumber pada motif batik Keraton Yogyakarta. Ketika tahun 1813, muncul Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta akibat persengketaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Letnan Gubernur Inggris Thomas Stamford Raffles, perpecahan itu ternyata tidak melahirkan perbedaan mencolok pada perkembangan motif batik tlatah tersebut.Menurut KRAy SM Anglingkusumo, menantu KGPAA Paku Alam VIII, motif-motif larangan tersebut diizinkan memasuki tlatah Keraton Puro Pakualaman, Kasultanan Surakarta maupun Mangkunegaran. Para raja dan kerabat ketiga kraton tersebut berhak mengenakan batik parang rusak barong sebab sama-sama masih keturunan Panembahan Senopati.Batik tradisional di lingkungan Kasultanan Yogyakarta mempunyai ciri khas dalam tampilan warna dasar putih yang mencolok bersih. Pola geometri Keraton Kasultanan Yogyakarta sangat khas, besar-besar, dan sebagian diantaranya diperkaya dengan parang dan nitik. Sementara itu, batik di Puro Pakualaman merupakan perpaduan antara pola batik Keraton KasultananYogyakarta dan warna batik Keraton Surakarta.Jika warna putih menjadi ciri khas batik Kasultanan Yogyakarta, maka warna putih kecoklatan atau krem menjadi ciri khas batik Keraton Surakarta.
Kode : SL 031
Kain : Primisima
Kondisi : Baru/New
Dimensi : 260 cm x 105 cm
Harga : Rp. 550.000,-
Kode : SL 032
Kain : Primisima
Kondisi : Baru/New
Dimensi : 260 cm x 105 cm
Harga : Rp. 550.000,-
Perpaduan ini dimulai sejak adanya hubungan keluarga yang erat antara Puro Pakualaman dengan Keraton Surakarta ketika Sri Paku Alam VII mempersunting putri Sri Susuhunan Pakubuwono X. Putri Keraton Surakarta inilah yang memberi warna dan nuansa Surakarta pada batik Pakualaman, hingga akhirnya terjadi perpaduan keduanya.Dua pola batik yang terkenal dari Puro Pakulaman, yakni Pola Candi Baruna yang tekenal sejak sebelum tahun 1920 dan Peksi Manyuro yang merupakan ciptaan RM Notoadisuryo. Sedangkan pola batik Kasultanan yang terkenal, antara lain: Ceplok Blah Kedaton, Kawung, Tambal Nitik, Parang Barong Bintang Leider, dan sebagainya.Begitulah sekilas sejarah terciptanya batik yang penuh filosofi oleh keluarga kerajaan. Saat ini, batik telah menyebar ke luar wilayah benteng istana menjadi produk industri busana yang dibuat secara massal melalui teknik printing atau melalui proses lainnya. Bahkan saat ini sudah menjadi trend fashion terutama di acara formal seperti pernikahan, rapat, acara kenegaraan, seragam sekolah maupun kantor, dan lain-lain.Mari lestarikan batik sebagai identitas budaya bangsa warisan leluhur kita.
Jika anda berminat dengan batik tulis motif parang slobog bisa datang langsung ke alamat kami atau melalui pemesanan jarak jauh.
Hubungi :
Tlp.(0274) - 7003224 Hp. 081215508040
Tlp.(0274) - 7003224 Hp. 081215508040
Centra Batik Tulis Sekar Langit
D/a. Islahul Abid
Cengkehan Rt.03/24 Wukirsari, Imogiri, Bantul
Yogyakarta - Indonesia 55782
D/a. Islahul Abid
Cengkehan Rt.03/24 Wukirsari, Imogiri, Bantul
Yogyakarta - Indonesia 55782